Minggu, 11 November 2012

Sastra Tulis (Folklor)


A.    Hakekat Folklor
Kata folklor adalah pengindonesiaan kata inggris folklore. kata folklore adalah kata majemuk, yang berasal dari kata dasar folk dan lore. folk adalah sekelompok orang yang memilki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan (Alam Dundes). ciri-ciri pengenalnya dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut, mata penceharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
folk artinya sama dengan kata kolektif (collectivity). folk adalah sinonim dengan kolektif, yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, dan mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. (Dundes, 1965:2; 1977:17-35; 1978:7).
Yang dimaksud dengan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat (mnemonic device).
Definisi folklor secara keseluruahan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secra turun-temurun. di antara kolektif, secara tradisional dalam vesrsi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat alat bantu pengingat (mnemonic device).
Ciri utama definisi folklor yang digunakan adalah arti folk lebih luas daripada yang digunakan sarjana Belanda sebelum Perang Dunia ke II.
Definisi folklor berasal dari definisi yang dibuat Jan Harold Brunvand, yang telah diperluas. Definisi Brunvand adalah folkore may be defined as those materials in cultuere that circulate traditionally among members of any group in different versions, whether in oral or by means of customary example (Brunvand, 1968:5).
Penelitain folklor Indonesia dapat diperluas lagi dengan meneliti folklor dari folk Indonesia yang sudah lama bermukim di luar negeri, contohnya seperti  orang indo Belanda di negeri Belanda atau California; dan orang Jawa di Suriname.
Ciri-ciri pengenal utama yang dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya dapat dirumuskan sebagai berikut.
a)        Penyebarannya dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yang disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut, contohnya dengan menggunakan gerak isyarat, dan alat bantu pengingat.
b)        Folklor bersifat tradisional, yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
c)        Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini dikarenakan cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan) sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation), folklor dapat mengalami perubahan. Akan tetapi perbedaanya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya akan tetap bertahan.
d)       Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
e)        Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Misalnya dalam cerita rakyat, selalu menggunakan kata-kata klise, contohnya seperti “bulan empat belas hari”  yaitu menggambarkan kecantikan seorang gadis.
f)         Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Dalam cerita rakyat mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipr lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
g)        Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Terutama berlaku bagi ciri pengenal folklor lisan dan sebagian lisan.
h)        Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan karena pencipta yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilkinya.
i)          Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga kelihatnnya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat folklore merupakn proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

B.     Sejarah Perkembangan Folklor
   Folklor merupakan sebagian kebudayaan, yang penyebarannya melalui tutur kata atau lisan, dan ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan (oral tradition). Tradisi lisan mencakup cerita rakyat, teka-teki, pribahasa, dan nyanyian rakyat. Sedangkan folklor mencakup lebih, seperti tarian rakyat dan arsitektur rakyat.
Alasan tetap mempertahankan istilah folklor adalah:
1.    Karena istilah folklor seperti istilah-istilah antropologi dan sosiologi, dan sudah menjadi istilah internasional.
2.    Karena istilah folklor mencakup dua kata, bagi ahli folklor modern merupakan dwitunggal yang harus diperhatikan dalm penelitian.
Seorang ahli folklor modern meneliti folklor bukan terbatas pada tradisinya (lore-nya), melainkan manusianya (folk-nya). Hal ini akan jelas apabila kita telah mengetahui perkembangan sejarah folklor sebagai suatu disiplin yang berdiri sendiri.
William Jhon Thoms seoarang ahli kebudayaan antik (antiquarian) inggris adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah folklor ke dalam dunia ilmu pengetahuan. Istilah folklor diperkenalkan pada waktu beliau menerbitkan sebuah artiklenya dalam bentuk surat terbuka dalam majalah The Athenaeum No. 982, tanggal 22 Agustus 1846, dengan menggunakan nama Ambrose Merton (1846:862-863),. Dalam surat terbuka  Thomas mengakui bahwa dialah yang telah menciptakan istilah folklore untuk sopan santun inggris, takhyul, balada, dan sebagainya dari masa lampau, yang sebelumnya disebut dengan istilah antiquities, popular antiquities, atau popular literature (Dundes, 1965:4).
 Pada umumnya waktu diciptakannya istilah folklore dalam kosa kata bahasa inggris belum ada istilah kebudayaan, sehingga ada kemungkinan bahwa istilah baru folklore dapat digunakan orang untuk menyatakan kebudayaan. Hal itu tidak terjadi karena pada tahun 1865 E.B. Tylor memperkenalkan istilah culture ke dalam bahasa inggris. Pertama kali istilah itu di ajukan di dalam karangannya yang berjudul Researches into the Early History of Mankind and Development of Civiization (1865). Istilah culture ini kemudian di uraikan lebih lanjut dalam bukunya ynag berjudul Primitive Culture (1871), artinya yaitu: kesatuan yang menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat-istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia dengan anggota masyarakat (Tylor, 1871, jilid 1:1).

Para ahli folklor humanistis yang terdiri dari para sarjana ahli bahasa kesusastraan, kemudian memperdalam ilmu folklor, dan pada umumnya tetap memegang definisi William Jhon Thoms; sehingga memasukan ke dalam folklor bukan kesusastraan lisan, seperti cerita rakyat dan lain-lain sebagai obyek penelitian, melainkan pola kelakuan manusia seperti tari dan bahasa isyarat, dan juga hasil kelakuan yang berupa benda material, seperti arsitektur rakyat, mainan rakyat, dan pakaian rakyat. Pada umumnya penelitian mereka mementingkan aspek lor daripada folk dari folklor.
Sebaliknya dengan para ahli antropologis yang terdiri dari sarjana antroplogis yang mengkhususkan diri dalam folklor, membatasi objek penelitian mereka pada unsur-unsur kebudayaan yang bersifat lisan (verbal arts). Contohnya seperti cerita prosa rakyat, syair rakyat, peribahasa, dan kesusastraan lisan.
Ahli folklor modern mempunyai latar belakang pendidikan interdisipliner yang mempunyai pandangan terletak di tengah-tengah kedua kutub yang berbeda. Dalam objek penelitian sama halnya dengan ahli folklor  humanistis, yang mempelajari tentang semua unsur kebudayaan manusia, akan tetapi harus diwariskan melalui lisan atau dengan cara peniruan. Karena para ahli berpendidikan ilmu yang interdisipliner, maka menitikberatkan penelitian kedua aspek folklor, baik folk mmaupun lornya.
Maka akibat dari belum adanya pendapat yang sama tentang istilah lain untuk folklor kita tidak usah merasa heran, contohnya di Prancis istilah folklore dipergunakan  di samping istilah tradision populair, di inggris dipergunakan folklore, sedangkan dinegara-negara Eropa dipergunakan istiah volkskunde dan folk-liv (folk-live). Meskipun istilah folklor sudah dikenal orang Eropa Barat, akan tetapi artinya masih terbatas pada folklor lisan saja (Dundes, 1968: 3). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar