- Prosesi Seni Penta Kahuripan
(Seni Kupat) dari Panawangan
- Kesenian Tradisional Karinding
Nyengsol dari Desa Winduraja Kawali
- "Nyangku" di Panjalu
- "Ngikis" di Karangkamulyan
- Khas:
Batik Ciamisan
Gondang atau di Ciamis
disebut Gondang Buhun, adalah seni tetabuhan (tutunggulan) yang disertai dengan
nyanyian. Alatnya adalah sebuah lisung (lesung, wadah untuk menumbuk padi) dan
halu ,penumbuk padi terbuat dari sebatang kayu. Bunyi lesung dihasilkan dari
tumbukan alu, yang bisa dilakukan ke berbagai bagian lesung, baik ke bagian
dalam maupun bagian luar. Seluruh pemainnya perempuan, berjumlah kurang lebih
lima orang. Kesenian ini tersebar di beberapa wilayah pedesaan di Ciamis
Selatan. Salah satunya ada di Kampung Cikukang, Desa Ciulu, Kecamatan
Banjarsari, Kabupaten Ciamis. Mereka yang kini masih bisa ngagondang di
antaranya Enah, Karlah, Anah, dan Niti. Kesenian ini terkait dengan beberapa
ritus, antara lain ritus Nyi Pohaci Sanghyang Sri (mapag sri), ritus minta
hujan, dan sebagai undangan kenduri.
Gondang yang dimainkan
dalam rangka upacara mapag sri atau ngampihkeun (menyimpan padi ke lumbung) biasanya
dilakukan selepas panen. Tempatnya dilaksanakan di sekitar leuit (lumbung
padi). Upacara itu dimulai oleh seorang punduh (sesepuh upacara) perempuan,
yang berdoa sambil membakar kemenyan, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan
mengucapkan rasa syukurnya atas hasil panen yang didapat. Padi pun diarak,
dimasukkan ke dalam lumbung sambil diiringi tutunggulan. Setelah itu, nyanyian
gondang pun dilantunkan dengan penuh keceriaan.
Pada musim kemarau yang
panjang, dan hujan tak kunjung turun, masyarakat melakukan upacara minta hujan
yang disebut dengan iring-iring ucing. Dalam upacara ini, seekor kucing dan
ayam jago diarak keliling kampung. Pelaksanaannya pada malam hari, dan tandanya
dimulai dengan tutunggulan galuntang. Setelah itu, rombongan gondang bersiap
untuk keliling kampung mengarak kedua binatang tersebut. Lesung digotong
beramai-ramai, sementara alat musik Ronggeng Gunung ditabuh bersahut-sahutan.
Setelah sampai di suatu tempat, kucing dan ayam jago dimandikan, kemudian
dilepas. Gondang pun dimainkan. Lain halnya dengan gondang yang dimainkan untuk
kepentingan kenduri. Suara lesungnya yang terdengar sampai jauh, berfungsi
sebagai pemberitahuan atau sebagai tanda adanya seseorang yang akan mengadakan
kenduri. Suara tutunggulan dan nyanyian-nyanyian itu adalah undangan kepada
khalayak ramai untuk datang kepada orang yang punya kenduri. Tutunggulan
biasanya dilakukan jauh hari sebelum kenduri seseorang itu dilaksanakan.
Biasanya selama tiga hari sampai dengan seminggu. Akan tetapi, ritus-ritus
tersebut kini mulai hilang dan gondang pun jarang dimainkan lagi.
Pola permainannya dibagi menjadi dua bagian,
yakni tutunggulan dan nyanyian. Dalam Gondang Buhun terdapat empat jenis
tutunggulan yang paling dominan, setiap jenisnya mempunyai irama yang khas. Keempat
tutunggulan itu adalah:
- Galuntang, dimainkan oleh 4 atau banyak orang, yang
berfungsi sebagai pembuka dan penutup pertunjukan.
- Pingping Hideung, dimainkan oleh 4 orang
- Ciganjengan, dimainkan oleh 5 orang
- Angin-anginan, dimainkan oleh 7 orang
Setiap pemain gondang mempunyai motif irama
dan tumbukannya sendiri. Motif tumbukan atau tabuhan yang berbeda-beda itu
kemudian dipadukan sehingga membentuk sebuah komposisi irama. Motif tabuhan
tersebut antara lain: turun-unggah atau midua, gejog, onjon, titir, kutek,
ambruk, tilingting, dan dongdo.
referensi: disparbud.jabarprov.go.id, ilustrasi: wikipedia
Gondang adalah lagu pada tutunggulan. Ngagondang adalah kakawihan yang dipirig oleh
tutunggulan. Pada mulanya gondang merupakan bagian dari upacara untuk
menghormati Dewi Padi, Nyi Pohaci Sanghyang Sri, waktu menumbuk padi untuk pertama kalinya,
biasa disebut meuseul Nyai Sri, setelah panen usai. Yang melakukan
gondang yaitu wanita yang dianggap suci atau sudah tidak menstruasi (menopause). Itu dulu waktu di Jaman Prabu Siliwangi. Perkembangan selanjutnya gondang menjadi nama salah
satu seni pertunjukan yang menggambarkan muda-mudi di pedesaan menjalin cinta
kasih, dengan gerak dan lagu yang romantis penuh canda. Sekelompok pemudi menumbuk padi
dengan mempergunakan lesung, kemudian sekelompok pemuda datang. Terjadilah
dialog yang akhirnya mereka pulang berpasang-pasangan.
Lagu-lagu yang dipergunakan banyak mengambil dari lagu rakyat, atau lagu perkembangan yang diubah katanya. Salah
seorang inovator seni pertunjukan ini adalah Tatang Kosasih, yang mengolahnya pada
awal tahun 1960-an. Kata-katanya tidak saja berbahasa Sunda, tetapi dicampur dengan bahasa
Indonesia, dan untuk membedakan dengan kreasi gondang lainnya, gondang karya
Tatang Kosasih biasa disebut gondang tidak jangan. Mang Koko dan Wahyu Wibisana pernah membuat Gondang Samagaha (gerhana), yang
mengisahkan kegiatan muda-mudi dikala terjadi gerhana, diiringi gamelan pelog dan salendro.
Salah satu ciri gondang adalah adanya kegiatan tutunggulan dengan alat alu atau lesung. Tingtung
tutunggulan gondang artinya bunyi-bunyian yang terdengar dari pukulan alu dan lesung yang dimainkan oleh
beberapa orang, sehingga membentuk paduan bunyi yang polyphonis. Tutunggulan biasa pula
dijadikan tangara (tanda) untuk masyarakat sekitarnya bahwa ada
seseorang yang akan melangsungkan perhelatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar